TIPS MEMBUAT
SOAL YANG BAIK
A. PENDAHULUAN
Sebagai guru, kita dihadapkan pada persoalan
bagaimana kita mengajar, bagaimana kita menguji dan bagaimana kita
mengevaluasi/menilai kemampuan siswa. Namun ada satu hal lagi yang harus
diingat, yaitu merenung. Dalam
perenungan tersebut ada beberapa pertanyaan, misalnya:
ü Berapa
banyak siswa yang lulus?
ü Soal nomor
berapa yang semuanya dapat menjawab dengan benar?
ü Soal nomor
berapa yang semuanya tidak dapat menjawab dengan benar?
ü
Apakah
dua hal diatas terjadi karena soal terlalu mudah atau soal terlalu
sulit?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan erat
dengan aspek penilaian yang menjadi salah satu bagian penting dalam tugas
keseharian seorang pengajar. Penilaian adalah memberikan nilai tentang kualitas
sesuatu. Tidak hanya sekedar mencari jawaban terhadap pertanyaan tentang apa,
tetapi lebih diarahkan pada menjawab pertanyaan tentang bagaimana atau seberapa
jauh sesuatu proses atau hasil yang diperoleh seseorang atau suatu program.
Dengan demikan penilaian juga diartikan sepadan dengan evaluasi. Penilaian
hasil belajar baru dapat dilakukan dengan baik dan benar biar menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar yang menggunakan tes
sebagai alat ukurnya. Tentu saja tes hanya merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan. Dapat saja informasi tentang hasil belajar itu diperoleh tanpa
menggunakan tes sebagai instrumen ukurnya. Misalnya dapat digunakan alat ukur
non tes,
seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.
B. PERENCANAAN TES
Tes akan menjadi berarti apabila tes tersebut
terdiri dari butir-butir soal yang menguji tujuan yang penting dan mewakili
ranah pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan secara representatif. Oleh
karenanya, perencanaan dalam pengujian memegang peranan yang penting. Tanpa
perencanaan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan tes tersebut dapat
menjadi sia-sia, bahkan mungkin akan mengganggu proses pencapaian tujuan.
Setidaknya ada 6 (enam) hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan tes: 2
1. Pengambilan sampel dan pemilihan butir soal
Pemilihan
butir soal dilakukan berdasarkan pentingnya konsep, generalisasi, dalil, atau
teori yang diuji dalam hubungannya dengan perannya dalam bidang studi tersebut
secara keseluruhan. Biasanya bidang studi dibagi menjadi beberapa pokok bahasan
dan sub pokok bahasan. Tidak ada batasan jumlah butir soal untuk satu pokok
bahasan/sub pokok bahasan, namun hendaknya jumlah butir soal sebanding dengan
luas dan pentingnya pokok bahsan/sub pokok bahasan tersebut.
2. Tipe tes yang akan digunakan
Ada
3 macam tes yang biasa digunakan, yaitu: (1) esei, (2) objektif, dan (3)
problem matematik. Anggapan yang muncul terkait bahwa suatu tipe tes lebih baik
daripada tipe tes lainnya dalam mengukur ranah kognitif tertentu adalah sutau
kesalahpahaman. Soal esei yang baik akan dapat mengukur ranah kognitif yang
manapun seperti yang dapat diukur oleh soal obyektif yang baik, demikian juga
sebaliknya. Pemilihan tipe tes yang akan digunakan lebih banyak ditentukan oleh
kemampuan dan waktu yang tersedia pada penyusun tes daripada kemampuan peserta
tes atau aspek yang ingin diukur.
3. Aspek yang akan diuji
Ada
enam tingkatan kemampuan yang ingin diuji, yaitu pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi, atau yang lazim diberi simbol C1,
C2, C3, C4, C5, dan C6. Mengingat bahwa hasil tes saat ini lebih berorientasi
pada pengetahuan, pemahaman dan aplikasi, maka jumlah soal yang mewakili tiga
level pertama diharapkan lebih banyak dibandingkan jumlah soal untuk tiga level
berikutnya yang bersifat pengembangan lebih lanjut.
4.
Format butir soal
Ada
berbagai format untuk tes objektif maupun esei.
a.
Tes objektif: (1) benar salah (true false), (2) menjodohkan (matching),
dan (3) pilihan ganda (multiple choice).
b.
Tes esei: (1) pertanyaan uraian terbuka dan uraian tertutup, (2) jawaban
singkat (short answer), dan (3)
isian (completion/fill in).
Perbedaan
antara format butir soal tersebut tidak terletak pada efektivitasnya mengukur
level kemampuan, tetapi lebih banyak pada aspek penerkaannya (dalam hal peserta
tes kurang menguasai materi yang diteskan). 3
5.
Jumlah butir soal
Jumlah butir soal berhubungan
dengan reliabilitas tes dan representasi isi bidang studi yang diteskan;
semakin besar jumlah butir soal yang digunakan maka kemungkinan semakin tinggi
reliabilitasnya. Dari segi jumlah, tes objektif memiliki kekuatan lebih
dibanding tes esei karena waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tes objektif
lebih singkat sehingga memungkinkan jumlah butir soal yang lebih banyak. Jumlah
butir soal harus direncanakan: (a) jumlah keseluruhan, (b) jumlah untuk setiap
pokok bahasan/topik, (c) jumlah untuk setiap format, (d) jumlah untuk setiap
kategori tingkat kesulitan, (e) jumlah untuk setiap aspek pada ranah kognitif.
Pertimbangan lain dalam penetuan jumlah soal adalah waktu yang tersedia, biaya
yang ada, kompleksitas yang dituntut dalam tes, serta waktu ujian diadakan.
6.
Distribusi tingkat kesukaran butir soal
Tes yang terbaik adalah tes
yang mampu membedakan antara kelompok yang baik dan kelompok yang kurang
belajar. Salah satunya diindikasikan dengan tingkat kesukaran di titik sekitar
0,50. Selain itu, tingkat kesukaran soal ditentukan oleh tujuan tes (untuk
seleksi, diagnostik,formatif, sumatif). Perlu diperhatikan bahwa soal yang
memiliki tingkat kesukaran rendah hendaknya diletakkan di awal tes, sedangkan
soal dengan tingkat kesukaran tinggi pada akhir tes. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan notivasi agar peserta tes lebih terdorong untuk mengerjakan seluruh
butir soal. Selain dari poin-poin yang disebutkan di atas, dalam perencanaan
tes, kita juga memerlukan beberapa pertimbangan lain: (1) apakah akan
menggunakan open book atau closed book, (2) apakah frekuensi pelaksanaan tes
sering atau jarang, (3) apakah pelaksanaan tes diumumkan sebelumnya atau
mendadak, dan (4) bagaimana mode penyajian tes.
Kepada Yth,
Pak Taufik Nugroho
di tempat
I send my homework by My Blog, too : endangandayes. blogspot.com, email: endanganda75